Saturday, September 29, 2012

RUKUN-RUKUN SHALAT


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
[ فَصْلٌ ] فىِ بَياَنِ أَرْكاَنِ الصَّلاَةِ ( أَرْكاَنُ الصَّلاَةِ سَبْعَةَ عَشَرَ ) وَهَذِهِ طَرِيْقَةِ مِنْ جَعْلِ الطُّمَأْنِيْناَتِ فىِ مَحاَلِهاَ الأَرْبَعَ أَرْكاَناً مُسْتَقِلَةٌ كَماَفىِ الرَّوْضَةِ وَعَدَهاَ بَعْضُهُمْ ثَماَنِيَّةَ عَشَرَ بِزِياَدَةِ نِيَّةِ الخُرُوْجِ مِنَ الصَّلاَةِ كَأَبِى شُجاَعٍ وَالصَّحِيْحُ أَنَّهاَ سُنَةٌ وَعَدَهاَ بَعْضُهُمْ كَذَلِكَ أَيْضاً لَكِنْ لاَ بِماَذُكِرَ بَلْ بِزِياَدَةِ المُواَلاَةِ كَماَ فىِ السِّتِيْنَ وَالمُعْتَمَدُ أَنَّهاَ شَرْطٌ لِلرُّكْنِ وَعَدَهاَ بَعْضُهُمْ أَرْبَعَةَ عَشَرَ بِجَعْلِ الطُّمَأْنِيْناَتِ فىِ مَحاَلِهاَ الأَرْبَعِ رُكْناً واَحِداً لإِتِّحاَدِ جِنْسِهاَ وَبَعْضُهُمْ خَمْسَةَ عَشَرَ بِزِياَدَةِ قَرْنِ النِّيَةِ بِالتَّكْبِيْرِ كَماَ فىِ التَّحْرِيْرِ وَالمُعْتَمَدُ أَنَّهاَ هَيْئَةٌ لِلنِيَّةِ وَمِنْهُمْ مَنْ جَعَلَهاَ تِسْعَةَ عَشَرَ بِجَعْلِ الخُشُوْعِ رُكْناً كاَلغَزاَلىِ وَمِنْهُمْ مَنْ جَعَلَهاَ عِشْرِيْنَ بِزِياَدَةِ ذاَتِ المُصَلِّى , وَالصَّواَبُ أَنَّهُ لاَيُعَدُ مِنَ الأَرْكاَنِ فىِ الصَّلاَةِ ِلأَنَّ لَهاَ صُوْرَةٌ فىِ الخاَرِجِ يُمْكِنُ تَعَلُقُهاَ وَتَصَوُرُهاَ بِدُوْنِ تَعَقُلِ مُصَلٍّ وَفاَرَقَتْ الصَّوْمَ حَيْثُ عَدَوْا الصَّائِمَ رُكْناً بِعَدَمِ وُجُوْدِ صُوْرَةٍ مَحْسُوْسَةٍ فىِ الخاَرِجِ فِيْهِ وَعَدَ بَعْضُهُمْ فَقْدَ الصَّارِفِ مِنَ الأَرْكاَنِ وَعَلَى عَدِّ هَذِهِ الزَّواَئِدِ أَرْكاَناً تَكُوْنُ جُمْلَتُهاَ ثَلاَثَةَ وَعِشْرِيْنَ

FASAL RUKUN-RUKUN SHALAT
Fasal ini menjelaskan rukun-rukun shalat ( Rukun-rukun shalat ada 17 ) jumlah ini dengan menjadikan Tumaninah dihitung terpisah dari tempatnya masing-masing, yaitu pada empat rukun, sebagaimana kitab Ar-Raudloh Imam An-nawawiy. Sebagian Ulama menghitung rukun shalat 18 macam, dengan menambah “Niat keluar dari shalat” sebagai rukun, ini seperti pendapat Abi Syuja’ tetapi menurut pendapat sohih Niat keluar dari shalat termasuk sunnah. Sebagian ulama lain menghitung 18 rukun, bukan menambah “Niat keluar dari sholat”, tetapi menambah kan “berturut-turut” sebagai rukun, sebagaimana kitab As-Sittin. Menurut pendapat yang kuat ialah bahwa “Berturut-turut” itu sebagai syarat untuk rukun. Sebagian Ulama lain menghitung 14 rukun dengan menyatukan masing-masing Tumaninah pada tempat nya menjadi empat rukun, karena menyatu jenisnya. Sebagian Ulama lain menghitung 15 rukun dengan menambah “Mengiringkan Niat pada Takbiratul-Ikhram”, sebagaimana kitab At-Tahrir. Menurut pendapat yang kuat adalah bahwa “Mengiringkan Niat Takbiratul-Ikhram” adalah sunnah Haeat bagi Niat itu sendiri. Diantara Ulama ada yang menjadikan rukun shalat berjumlah 19, dengan menambah “Khusu” sebagai rukun, seperti Imam Al-Ghozaliy.  Diantara Ulama ada yang menjadikan rukun shalat berjumlah 20 rukun dengan menambah “Sosok orang shalat” sebagai rukun. Menurut pendapat yang benar “Sosok orang shalat” tidak dihitung rukun shalat, karena kenyataannya shalat memiliki bentuk yang mungkin saling berkaitan. Dan bentuk itu tanpa penghayatan pelaku shalat itu sendiri. Shalat berbeda dengan puasa, sekiranya para Ulama menghitung pelaku puasa sebagai rukun karena puasa tanpa wujud yang bisa terlihat dalam kenyataannya. Sebagian Ulama menghitung tanpa pelaku-pun termasuk sebagai rukun-rukun, berdasar menghitung tambahan ini sebagai rukun, maka jumlah rukun shalat seluruhnya mencapai 20 rukun.

وَالمُعْتَمَدُ ماَ فىِ المَنْهاَجِ وَغَيْرِهِ مِنْ جَعْلِهاَ ثَلاَثَةَ عَشَرَ ؛ بِجَعْلِ الطُّمَأْنِيْنَةِ هَيْئَةً تاَبِعَةً لِلرُّكْنِ ثَماَنِيَّةَ أَفْعاَلاً وَهِىَ النِّيَّةُ وَالقِياَمُ وَالرُّكُوْعُ وَالإِعْتِداَلُ وَالسُّجُوْدُ وَالجُلُوْسُ بَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ وَالجُلُوْسُ الأَخِيْرِ وَالتَّرْتِيْبُ وَخَمْسَةَ أَقْواَلاً تَكْبِيْرَةُ التَّحَرُّمِ وَالفاَتِحَةُ وَالتَّشَهُدُ وَالصَّلاَةُ عَلَى النَّبِىِّ T وَالسَّلاَمُ قاَلَ مُحَمَّدُ البَقْرِى ؛ وَقَدْ شُبِهَتْ الصَّلاَةُ بِالإِنْساَنِ فاَلشَّرْطُ كَحَياَتِهِ وَالرُّكْـنُ كَـرَأْسِهِ وَالأَبْـعاَضُ كَأَعْضاَئِهِ وَالهَيْئاَتُ كَشُعُوْرِهِ الَّتِى يَتَزَيَّنُ بِهاَ ( الأَوَّلُ النِّيَّةُ ) أَىْ بِالقَلْبِ فَلاَيَجِبُ النُّطْقُ بِهاَ بِاللِّساَنِ لَكِنْ يُسَنُّ لِيُعاَوِنَ اللِّساَنُ القَلْبَ وَلاَعِبْرَةَ بِنُطْقِ اللِّساَنِ بِخِلاَفِ ماَ فىِ القَلْبِ

Pendapat yang kuat adalah yang terdapat dalam kitab Al-Manhaj juga kitab lainnya, yaitu ; Menghitung rukun shalat menjadi tiga belas, yaitu ;  

Pertama, Dengan menjadikan Tumaninah sebagai sunnah Haeat yang mengikuti delapan rukun perbuatan, yaitu Niat, Berdiri, Ruku’, I’tidal, Sujud, Duduk di antara dua sujud, Duduk terakhir dan tertib,

Kedua, Dengan menjadikan Tumaninah sebagai sunnah Haeat yang mengikuti lima rukun perkataan, yaitu  Takbiratul-Ikhram, Fatihah, Tasyahud, Sholawat atas Nabi Saw dan Salam.
Syekh Muhammad Al-Baqriy berkata ;
Sungguh shalat dapat di umpama kan sosok seorang manusia, yaitu syarat shalat adalah ibarat hidup nya, Rukun shalat ibarat kepalanya, sunnah-sunnah shalat ibarat anggota tubuhnya, sunnah Haeat shalat ibarat rambut yang menghiasi kepalanya.

Rukun shalat tersebut adalah ;
Pertama ; ( Niat ) ialah dengan hati, niat tidak wajib di lafalkan oleh lisan, akan tetapi di sunnah untuk melafalkan nya agar lisan dapat membantu kekhusuan hati. Niat yang di lafalkan lisan berarti apa-apa (tidak sah) kecuali di iringi niat di dalam hati.

FIQIH IMAM SYAFE’I, Kitab Kasyifatus-Saja, Syarah Safinatun-Naja – Syekh Nawawiy AlBantaniy

..Bersambung...

Sunday, September 2, 2012

MENGENAL IHWAL REZEKI



بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
فَاعْلَمْ أَنَّ الرِّزْقَ أَرْبَعَةُ أَقْسـاَمٍ ؛ مَضْمُوْنٌ , وَمَقْسُوْمٌ , وَمَمْلُوْكٌ , وَمَوْعُوْدٌ
Ketahuilah bahwa rezeki itu terbagi 4 (empat) bagian, yaitu ; pertama Rezeki Madlmun (yang di jamin Allah), kedua Rezeki Maqsum (yang dibagikan Allah), ketiga Rezeki Mamluk (yang di miliki hamba atas karunia Allah) dan yang keempat Rezeki Mau’ud (yang dijanjikan Allah). Rincinanya sebagai berikut ;

A. REZEKI MADLMUN (Yang dijamin Allah)
فاَلمـَضْمُوْنُ ؛ هُوَ الغِدَاءُ وَماَ بِهِ قَوَامُ البِنْيَةِ دُوْنَ سَائِرِ الأَسْبَابِ , فَالضَّمَانُ مِنَ اللهِ تَعَالىَ لِهَذَا النَّوْعِ , وَالتَّوَكُلُ يَجِبُ بِإِزَائِهِ بِدَلِيْلِ العَقْلِ وَالشَّرْعِ , لأَنَّ اللهَ تَعَالىَ كَلَّفَنَا خِدْمَتَهُ وَطَاعَتَهُ بِأَبْدَانِنَا فَضَمِنَ مَايَسُدُّ خَلَلَ البِنْيَةِ لِنَقُوْمَ بِمَاكَلَّفَناَ
Rezeki Madlmun (yang di jamin) ialah rezeki berupa makanan pokok atau makanan lainnya yang bisa di dapat tanpa dengan mencarinya, karena Allah Swt menjamin rezeki macam ini, bertawakal adalah wajib berkenaan dengan rezeki macam ini berdasar logika dan dalil agama, yaitu karena sesungguhnya Allah Swt menyuruh kita untuk menyembahNya dengan anggota badan kita, oleh karena-nya Allah menjamin rezeki macam ini sekedar memulih-kan tenaga pada anggota tubuh agar dapat memenuhi perintah-Nya, yaitu beribadah.

Secara lahiriyah manusia tidak akan sanggup melaksanakan shalat jika tidak ada tenaga, dan tenaga ini disebabkan asupan makanan

وَقَالَ بَعْضُ مَشَايِخِ الكَرَّامِيَّةِ كَلاَمًا حَسَنًا عَلَى أَصْلِهِ ؛ ضَمَانُ أَرْزَاقِ العِبَادِ وَاجِبٌ فىِ حِكْمَةِ اللهِ تَعَالىَ لِثَلاَثَةِ أَشْيَاءَ ؛
Sebagian para Ulama yang mulia telah berkata dengan bahasa yang baik sesuai asalnya ; Menjamin rezeki manusia adalah wajib dalam hikmah Allah Swt, dikarena-kan tiga hal ;

أَحَدُهَا أَنَّهُ السَّـيِّدُ وَنَحْنُ العَبِيْدُ وَعَلىَ السَّيِّدِ كِـفَايَةُ مُؤْنَةِ العَبِيْدِ , كَمَا أَنَّ العَبِيْدَ خَدَمَةُ السَّيِّدِ
Pertama ;
Allah Swt adalah majikan sedangkan kita semua adalah sahaya, seorang majikan sudah selayaknya harus memenuhi kebutuhan sahayanya sebagaimana sahaya itu sendiri harus melayani majikannya.

وَالثَّانىِ أَنَّهُ خَلَقَهُمْ مُحْتاَجِيْنَ إِلىَ الرِّزْقِ وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُمْ سَبِيْلاً إِلىَ طَلَبِهِ مَاهُوَ رِزْقُهُمْ , وَأَيْنَ هُوَ , وَمَتَى هُوَ ؟ لِيَطْلُبُوْهُ بِعَيْنِهِ مِنْ مكَانِهِ , وَفىِ وَقْتِهِ لِيَصِلُوْا إِلَيْهِ , فَوَجَبَ أَنْ يَكْفِيَهُمْ أَمْرَ ذَلِكَ وَيُوَصِّلَهُمْ إِلَيْهِ
Kedua ;
Sesungguhnya Allah Swt menciptakan manusia dan tidak dipungkiri manusia memang membutuhkan rezeki sedang Allah Swt tidak menciptakan jalan atau cara pada mereka untuk mencarinya, apa rezeki mereka ? dimanakah rezeki itu berada ? dan kapankah mendapatkan rezeki itu ? agar mereka dapat mencari rezeki itu langsung dari tempatnya, termasuk juga kapan waktu mencarinya ? agar mereka mudah dalam mendapatkan-nya, namun Allah tidak menciptakan itu semua, semua hanya perkiraan manusia saja, oleh karena itu maka Allah Swt wajib mencukupkan rezeki mereka serta Allah Swt wajib mendapatkan mereka akan rezekinya.

وَالثَّالِثُ أَنَّهُ كَلَّفَهُمْ الخِدْمَةَ وَطَلَبُ الرِّزْقِ شَاغِلٌ عَنْهَا أَنْ يَكْفِيَهُمْ المُؤْنَةَ لِيَتَفَرَّغُوْا لِلْخِدْمَةِ , وَهَذَا كَلاَمُ مَنْ لَمْ يُحِطْ بِأَسْرَارِ الرُّبُوْبِيَّةِ , وَالقَائِلُ بِأَنَّ الرِّزْقَ عَلىَ اللهِ وَاجِبٌ تَائِهٌ , وَقَدْأَوْضَحْنَا فىِ فَنِّ الكَلاَمِ فَسَادَهُ , وَلْنَرْجِعْ إِلىَ المَقْصُوْدِ مِنْ غَرْضِناَ
Ketiga ;
Sesungguhnya Allah Swt membebankan hamba-Nya untuk selalu menyembah-Nya sedang mencari rezeki akan menyita waktu sang hamba bahkan akan menjauhkannya dari menyembah Allah, oleh karena itu layaklah ketika Allah Swt mencukupkan kebutuhan hamba-Nya itu agar dia dapat leluasa menyembah atau melayani Allah Swt.

Pernyataan “Allah wajib mencukupkan rezeki hambaNya” adalah keliru karena hal ini sepintas mengandung makna ada kekuasan tertinggi selian Allah Swt, ketika dicerna mentah pernyataan ini adalah pernyataan orang yang belum mengenal rahasia ketuhanan, karena tidak ada kekuasaan tertinggi dari kekuasaan Allah, mutlak, sebagaimana dijelaskan dalam llmu tauhid.

Wal hasil, Allah Swt wajib mencukupkan rezeki hambaNya, maksudnya ialah berada dalam ruang rahasia dan hikmah dari Allah Swt, artinya dikembalikan kepada kehendak dan kekuasaanNya dan tidak dalam kandungan makna yang mentah.
B. REZEKI MAQSUM (Yang dibagikan Allah)
وَأَمَّاالرِّزْقُ المـَقْسُوْمُ ؛ فَهُوَ مَاقَسَمَهُ اللهُ سُبْحَانَهُ وَكَتَبَهُ فىِ اللَّوْحِ المَحْفُوْظِ مِمَّايَأْكُلُهُ وَيَشْرَبُهُ وَيَلْبَسُهُ كُلُّ وَاحِدٍ بِمِقْدَارٍ مُقَدَّرٍ وَوَقْتٍ مُؤَقَّتٍ لاَيَزِيْدُ وَلاَيَنْقُصُ وَلاَيَتَقَدَّمُ وَلاَيَتَأَخَرُ عَمَّاكُتِبَ بِعَيْنِهِ
Rezeki Maqsum (yang dibagikan) ialah rezeki yang Allah bagikan dan Allah catat dalam Lauhil-mahfudz, yaitu berupa makanan, minuman dan pakaian. Masing-masing mendapatkan bagian yang telah ditentukan selama hidup dan pada waktu yang ditentukan, rezeki ini tidak akan bertambah ataupun berkurang, mendapat-kannya tidak akan maju ataupun tertunda, ini karena melalui rincian catatan di Lauhil-Mahfudz

كَمَاقَالَ النَّبِى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرِّزْقُ مَقْسُوْمٌ مَفْرُوْغٌ مِنْهُ لَيْسَ تَقْوَى تَقِىٍّ بِزَائِدِهِ وَلاَفُجُوْرٌ فَاجِرٌ بِنَاقِصِهِ
Rezeki ini berdasarkan hadits baginda Nabi saw ; Rezeki Maqsum ialah rezeki yang tanpa terpengaruh apapun, ia tidak akan bertambah karena ketaqwaan di orang yang bertaqwa, ia juga tidak akan berkurang karena kejahatan di orang yang jahat.

C. REZEKI MAMLUK (Yang dimiliki hamba atas karunia Allah)
وَأمَّا المـَمْلُوْكُ ؛ فَمَايَمْلِكُهُ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْ أَمْوَالِ الدُّنْيَا عَلَى حَسَبِ مَاقَدَّرَ اللهُ تَعَالىَ وقَسَمَ لَهُ أَنْ يَمْلِكَهُ وَهُوَ مِنْ رِزْقِ اللهِ تَعَالىَ
Rezeki mamluk (yang dimiliki hamba) ialah mencakup semua harta dunia yang dimiliki seseorang sesuai rezeki yang telah ditentukan dan dibagikan oleh Allah kepadanya, semua rezeki yang dimiliki ialah karunia dari Allah, hal ini berdasar-kan firman Allah ;

أَنْفِقُوْا مِمَّارَزَقْنَاكُمْ أَىْ مِمَّامَلَّكْنَاكُمْ
Artinya :
“Belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu” (QS. Al-Baqoroh 254) artinya rezeki yang kalian miliki

D. REZEKI MAU’UD (Yang dijanjikan Allah)
وَأَمَّاالمـَوْعُوْدُ ؛ فَهُوَ مَاوَعَدَ اللهُ بِهِ عِبَادَهُ المُتَّقِيْنَ بِشَرْطِ التَّقْوَى حَلاَلاً مِنْ غَيْرِ كَدٍّ
Rezeki Mau’ud (yang dijanjikan Allah) ialah rezeki yang dijanjikan kepada hamba-hambaNya yang bertaqwa, mereka akan diberikan rezeki oleh Allah, halal dan tidak akan mengalami kesulitan untuk mendapat-kannya, jika bertaqwa. Hal ini berdasar firman Allah Swt ;

وَمَنْ يَتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقُهُ مِنْ حَيْثُ لاَيَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
Artinya :
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. dan memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangka dan Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya” (QS. Ath-Thalaq 2-3)

فَهَذِهِ أَقْسَامُ الرِّزْقِ , وَالتَّوَكُّلَ إِنَّمَايَجِبُ بِإِزَاءِ المَضْمُوْنِ مِنْهَا , فَاعْلَمْ ذَلِك
Demikianlah uraian singkat tentang bagian rezeki, perlu diingat kewajiban bertawakal akan rezeki ialah ketika mengimbangi rezeki Madlmun, artinya kita hanya wajib untuk bertawakal pada rezeki Madlmun (yang dijamin), ketahuilah itu !!

KESIMPULAN
Islam menganjurkan kita untuk mencari rezeki yang halal sesuai kemampuan, boleh dengan menggunakan manajemen yang tangguh atau hal lainnya, karena mencari rezeki halal itu sebuah kewajiban setingkat di bawah kewajiban shalat fardu.

Jangan lupa setelah anda berusaha iringilah dengan tawakal karena manusia hanya berusaha dan keberhasilan itu hanya Allah Swt yang menentukan.

Yang lebih penting lagi ketika mencari rezeki, niatkanlah memenuhi perintah Allah Swt karena memang hal itu diperintahkan, niatkan untuk bekal ibadah, niatkan pula ketika ada lebihnya akan disalurkan pada hal-hal yang baik, seperti zakat, infaq atau sedekah, juga niatkan pada niat baik yang lainnya, ketika niat seperti itu saja dilakukan maka di akhirat mukanya bercahaya, ia termasuk orang selamat, aman sejahtera dan berkedudukan tinggi.

Tammat
Allah mengetahu segalanya

Pustaka : Sirajuth-Thalibin Syekh Ihsan Jampes Kediri

KONSULTASI HUKUM ISLAM

KAJIAN HARI SABTU

KAJIAN HARI MINGGU

TADARUS MALAM RABU

SYARAH SAFINATUN-NAJA

SYARAH SAFINATUN-NAJA
TERJEMAH KASYIFATUS-SAJA SYARAH SAFINATUN-NAJA

WASPADAI BELAJAR TANPA GURU

WASPADAI BELAJAR TANPA GURU
Ketika mendapatkan ilmu agama Islam tanpa bimbingan guru Maka jelas gurunya syetan, bahkan kesesatan akan lebih terbuka lebar Waspadailah belajar agama Islam tanpa bimbingan guru. Nah, apakah anda punya guru? .. kunjungilah beliau…!! Apabila ingin mendapat ilmu manfaat dan terjaga dari kesesatan

SILSILAH GURU AHMAD DAEROBIY (KANG DAE)